Saturday, May 16, 2020

The Process of An Interview

Wawancara adalah tanya jawab antara seorang wartawan dengan narasumber untuk mendapatkan data tentang sebuah fenomena (Itule dan Anderson 1987:184). Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan adalah:

Terdapat beberapa hal mendasar yang perlu ditanyakan kepada narasumber, misalnya:
• Apakah narasumber tidak keberatan bila kalimatnya dikutip secara langsung?
• Apakah narasumber tidak berniat namanya dirahasiakan dalam sebagian hasil wawancara?
• Apakah narasumber memiliki keinginan lain yang berkaitan dengan hasil wawancara?

Sering kali saya berpikir ulang apakah narasumber nya keberatan atau tidak? Tapi at the same time saya perlu informasi yang lebih dan bermanfaat bagi saya.

Bila wartawan sudah mengetahui jawaban ketiga pertanyaan ini ditambah dengan keinginan narasumber lain, maka terpulang kepada wartawan bersangkutan untuk segera memenuhinya atau bernegosiasi terlbih dahulu.


Bernegosiasi dengan narasumber bukanlah pekerjaan yang haram. Wartawan boleh bernegosiasi tidak berlangsung di bawah tekanan pihak tertentu (ada dugaan wartawan yang handal sering melakukan negosiasi dengan narasumber). Kesepakatan yang dicapai berdasarkan negosiasi, biasanya, lebih memuaskan kedua belah pihak. Terlepas dari cara pencapaian kesepakatan, kesepakatan ini perlu dicapai sebelum melakukan wawancara (tidak ada salahnya wartawan juga merekan kesepakatan yang sudah dicapai. Rekaman ini bisa dijadikan bukti bila kelak ada pihak yang protes terhadap keberadaan wawancara tersebut). Berdasarkan kesepakatan inilah seharusnya wawancara berlangsung.

Setelah wawancara selesai, wartawan perlu menanyakan kembali kepada narasumber, apakah narasumber masih setuju dengan kesepakatan yang sudah dibuat? Wartawan juga perlu meyakinkan narasumber bahwa tidak akan terjadi penyesalan di kemudian hari atas segala akibat kesepakatan yang sudah dibuat.

Dalam pandangan sebagian kecil wartawan, pelaksanaan tahap-tahap wawancara tersebut di atas menghambat kelancaran kerja mereka. Karena itu, mereka enggan melakukannya. Tetapi, bagi mereka yang pernah ketanggor, pelaksanaan tahap-tahap itu menjadi satu keharusan.

Sunday, April 26, 2020

sumber berita

Sumber berita adalah detak jantung dari jurnalisme. Kunci agar karir dapat menanjak terletak pada networking, sehingga penting sekali bagi para jurnalis untuk menjaga kontak dan hubungan dengan para sumber. Sumber berita adalah tempat atau dari mana asalnya berita itu diperoleh. Mendapatkan sumber berita tidak hanya mengambil dari suatu situs atau dari suatu gossip yang lagi trending. Banyak sumber berita yang dapat ditemukan. Pada kenyataannya sumber berita selalu berpangkal pada manusia dan alam sekitar manusia. Meskipun demikian tidak semua manusia tepat untuk dijadikan sumber berita.


Seorang pencari berita akan berusaha mendapatkan suatu peristiwa atau pendapat yang paling menarik, yang paling penting dan berharga, untuk dijadikan berita. Menarik, penting dan berharganya suatu peritiwa atau pendapat untuk dijadikan berita, berkaitan erat dengan perhatian si pembeli berita terhadap bidang masalah yang dikandungnya. Jadi bagaimana cara mendapatkan sumber berita yang paling ideal? 

Menurut saya ini yang paling harus di perhatikan sumber berita. Bukan hanya cara nya saja yang di perhatikan. Cara bisa main copas punya orang saja. Yang paling di perhatikan itu asli, verified, and true story. Banyak di internet atau sosmed yang mengandung berita yang ingin di bicarakan. Tetapi untuk double check saja agar berita iu tidak hoaks, seorang pembicara berita atau jurnalis harus melakukan ini : 

1. Observasi Langsung
Sumber ini paling meyakinkan para konsumen berita, karena para jurnalis mengamati secara langsung peristiwa yang terjadi. Terdapat kepercayaan yang besar dari perusahaan media dan konsumen kepada para jurnalis dalam menghimpun fakta melalui observasi.
Sekembalinya dari lapangan, jurnalis juga harus memperdalam data yang dia dapatkan dari lapangan yang disebut sebagai pre-event. Langkah ini dapat dilakukan dengan yang disebut sebagai cover both sides di mana suatu isu bisa melibatkan dua sampai lebih banyak pihak—sekarang bisa disebut juga sebagai cover all sides. Hal ini dilakukan agar dapat memverifikasi data yang diperoleh.

2. Narasumber
Narasumber tidak hanya mencakup human sources. Sumber bisa berasal dari catatan, dokumen, referensi, buku, kliping, dan lain sebagainya yang disebut sebagai physical sources.

Yang harus diperhatikan saat mewawancarai narasumber adalah pastikan sumber yang diwawancara itu memenuhi syarat, seperti kredibel dan dapat dipercaya. Berlaku juga jika mengambil sumber dari referensi, karena bisa saja sumber referensi itu sudah tidak relevan karena adanya perkembangan seiringnya waktu.
3. Wawancara
Wawancara pada dasarnya adalah perbincangan antara dua pihak untuk mendapatkan informasi yang akan disampaikan kepada publik. Pembicaraan ini merupakan pertukaran informasi yang bisa memunculkan suatu kebenaran. Kunci yang harus diingat jurnalis untuk bisa melakukan wawancara yang baik adalah mendengarkan narasumber dengan baik. Walaupun sudah memiliki daftar pertanyaan untuk diajukan tetapi ternyata pernyataan narasumber bisa memunculkan pertanyaan lain.

Friday, April 10, 2020

jurnalis abal-abal tulis berita?

Menurut koran berita Jakarta, Fenomena jurnalis abal-abal hanya ada di Indonesia. Negara lain, seperti Thailand, Singapura, Myanmar bahkan Timor Leste, tidak ada fenomena jurnalis abal-abal. Jurnalis abal-abal adalah kelompok orang yang menggunakan identitas jurnalis, tapi sebenarnya bukan jurnalis, dalam beraksi.

Jurnalis abal-abal tumbuh subur ketika tahu bahwa ada kementerian yang punya anggaran untuk beriklan dan berusaha mendapatkan porsi iklan. Adanya anggaran iklan itu yang menyuburkan. Orang yang tahu, keluar dari medianya, lalu membuat media baru. Karena sudah kenal dengan pihak kementeriannya, lalu mudah mendapatkan jatah iklan.


Tidak Standar. Jurnalis abal-abal bercirikan tidak berbadan hukum, tidak punya perusahaan, dan kalau berbentuk online, pasti dalam bentuk wordpress. Menurut Yosep, bentuknya blog, bahasanya tidak standar.
“Lebih banyak menggunakan kata diduga. Ada satu koran, yang isinya dari halaman pertama sampai akhir, judulnya, pejabat ini diduga korupsi, pejabat itu diduga korupsi. Satu kabupaten dianggap penjahat semua,”
Media abal-abal banyak menggunakan istilah yang biasa dipakai aparat negara. Bahkan, ada yang menggunakan nama KPK untuk menakut-nakuti publik. Koran bernama KPK itu ada mulai dari Aceh sampai Papua. Kalau sudah digertak oleh wartawan abal-abal seperti ini, guru baru pasti gemetaran, tapi guru lama, biasanya ambil uang dan kasih ke wartawan abal-abal tersebut. Kalau di tempat hiburan, wartawan abal-abal ini pakai nama BNN meski dia bukan petugas BNN, tapi nama medianya, Berita Narkoba Nasional. Beda lagi kalau ketemu pengusaha, mereka memakai nama BIN atau Berita Investigasi Nasional.
Ada beberapa berita mengenai jurnalis abal-abal yang akan di blok atau hapuskan sama oleh dewan pers tetapi ada juga yang menolak dan tidak setuju. Wartawan abal-abal juga termasuk. Kurang lebih seperti itu.
10 hal mutlak yang harus dilakukan jurnalis sebagaimana dilakukan Reuters, di antaranya, akurasi sebagai hal yang sakral, melakukan koreksi, berupaya untuk berimbang dan tidak bias, mengungkapkan konflik kepentingan, menghormati privasi, melindungi narasumber dari otoritas kekuasaan, tidak pernah membuat berita palsu (pabrikasi) atau plagiarisme, dan tidak menerima suap atas berita yang ditulis, serta mengawal opini publik. 

Thursday, April 2, 2020

Pentingnya Blogger Memahami dan Menggunakan Elemen Jurnalistik

Fenomena blogging tak hanya sekedar aktivitas menulis catatan harian, namun kegiatan jurnalistik yang menjadi forum untuk menegakkan demokrasi. Dalam aktivitas blogging terdapat independensi, kebebasan dan tanggung jawab sosial, dimana ketiga hal ini adalah nilai dasar dari proses jurnalistik yang juga tertuang dalam elemen-elemen jurnalistik.Walau blogger tak bisa disamakan dengan wartawan, tulisan-tulisan yang dibuat para jurnalis warga sebaiknya berlandaskan sembilan elemen jurnalistik. Tentu saja butuh latihan menulis terus - menerus, dan yang terutama adalah motivasi dibalik setiap tulisan yang dibuat. Pada akhirnya kegiatan blogging adalah bagaimana para jurnalis warga dengan niat baik berbagi informasi kepada sesamanya.

Dalam dunia jurnalistik pasti mengenal Bill Kovach dan rekannya Tom Rosentiel, mereka adalah penulis buku sembilan elemen jurnalistik yang hingga kini menjadi referensi bagi para jurnalis. Dalam bukunya yang berjudul The Element Of Journalism: What Newspeople Should Know And The Public Should Expect yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh pantau memuat sembilan elemen dasar jurnalistik yang menjadi tanggung jawab dasar, standar kerja dan peran para jurnalis di masyarakat. Oleh karena itu penting bagi para jurnalis (amatir, profesional) untuk mengamalkannya dalam kegiatan menulis yang tertuang di blog, ataupun media massa yang di konsumsi oleh publik agar mengetahui prinsip dan etika berkomunikasi dalam tulisan.

Berikut adalah elemen jurnalistik yang menjadi tanggung jawab dasar, standar kerja dan kebebasan dalam praktik menulis yang diadaptasi dari pemikiran Kovach & Rossentiel (2004) :
1. Kewajiban jurnalisme yang pertama adalah kebenaran
2. Kesetiaan pertamanya adalah kepada warga/ publik
3. Esensi Jurnalisme Adalah Disiplin dan Melakukan Verifikasi
4. Jurnalis Menjaga Independensinya Terhadap Objek Liputannya
5. Jurnalis Warga Memantau Kekuasaan
6. Jurnalisme Sebagai Forum Publik
7. Jurnalisme Harus Memikat dan Relevan
8. Menjadikan Berita Proporsional dan Komprehensif
9. Jurnalis Mendengar Hati Nuraninya